THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES ?

Minggu, 14 Juni 2009

Mengenali Kebudayaan Jepang (Bersih, Kerja, Agama)

Pertama kali kita sebagai orang Indonesia datang ke Jepang, pasti akan takjub dengan kebersihannya, keteraturannya dan ke`resik`kannya. Bagaimana mereka bisa sebegitu terbiasanya dengan kebersihan, keresikan dan keteraturan ? Pertanyaan ini yang seringkali melintas dalam benak saya. Meskipun mereka bukan muslim, tapi mereka sudah melaksanakan hadis yang mengatakan bahwa kebersihan itu adalah sebagian dari iman. Satu sisi saya merasa heran mengenai agama mereka, karena dalam kehidupan mereka, dari anak kecil sampai dewasa, mungkin jika ditanya apa agamanya, mereka akan menggelengkan kepala, tanda bingung atau tidak tahu. Seperti pada pengalaman saya sebelumnya, ketika hari Natal mereka merayakannya, dan ketika tahun baru, mereka pergi ke jinja atau jinggu untuk berdoa.

Kegiatan bersih-bersih itu merupakan bagian dari kerja dan kita tahu pasti bahwa orang Jepang itu `gila kerja`. Dalam benak saya, pasti kerja merupakan Tuhan buat mereka. Karena kalau kita melihat kehidupan mereka, hampir seluruh waktunya dalam sehari dihabiskan untuk bekerja, dari jam 9 pagi sampai jam 9 malam, atau bahkan ada yang lebih dari jam itu. Ketika saya datang ke kantor pos di Jepang jam 9.20, mereka sudah berada di sisi meja pelayanan. Dan tepat jam 9.30 mereka langsung menyapa pelanggan dan sibuk dengan pekerjaannya. Tidak terlihat pekerja yang bercanda dengan temannya, yang minum atau makan di waktu kerja. Dan mereka melayani pelanggannya dengan sungguh-sungguh, gerakannya cepat dan konsentrasi.

Begitu juga dengan pelayanan rumah sakit. Seorang teman saya yang baru melahirkan mengatakan, melahirkan disini lebih enak dibandingkan melahirkan di Indonesia. Susternya ramah-ramah, dokternya pun sepenuh tenaga dan pikiran menangani pasiennya. Tidak ada perbedaan antara yang kaya dan yang miskin. Teman saya yang tadinya cuma bisa membayar ruangan di kelas II, oleh dokternya dipindahkan ke kelas I secara gratis. Dan ketika mau melahirkan, karena pre eclampsia, dokternya berbicara dengan teman saya sambil berkaca-kaca, tanda bahwa dokter pun bersimpati. Tidak hanya teman saya yang mengalaminya, tetapi teman-teman Indonesia lain pun merasakan hal yang sama. Hmmm jauh sekali kalau dibandingkan dengan rumah sakit Indonesia ya. Miris rasanya….

Tadi malam saya melihat acara di TV Jepang mengenai penemuan sebuah kincir angin yang bisa menggantikan tenaga listrik di rumah atau pun di perkantoran. Berawal dari kegemarannya bermain kincir angin pada masa anak-anak, belajar tentang listrik di bangku kuliah, sampai kemudian mendapatkan ide dari kegemarannya tersebut. Memang kincir angin ini bukan barang baru bagi Belanda yang sudah mendahului penemuan ini, tapi tahap-tahap penemuannya diceritakan dalam bentuk drama. Beberapa kali saya amati, acara TV disini seringkali menceritakan tentang hasil penemuan dari masyarakat Jepang. Tidak hanya penemuan besar saja, penemuan kecil pun diberitakan, seperti misalnya penanda tanggal dari besi magnet. Bermula karena seorang kakek pengrajin besi sering kelupaan tanggal berapa pada hari itu. Kalau kita bandingkan system pendidikan di Jepang dengan di Eropa atau di Amerika, maka jauh sekali perbedaannya. Sistem pendidikan di Eropa ataupun di Asia adalah lecture base, sedangkan di Jepang adalah research base. Maka tak aneh kalau banyak sekali penemuan-penemuan baru dari Jepang. Ini menandakan bahwa masyarakat di Jepang sangat serius dalam pekerjaan, suka meneliti dan juga menghargai hasil kerja seseorang.

Bercerita tentang onsen (hot spring). Masyarakat Jepang sangat suka sekali berendam air panas di ofuro (bath tub) yang besar, apalagi wanitanya. Dahulu kala, laki-laki dan perempuan berendam bersama dalam keadaan (maaf) telanjang di satu kolam air panas yang besar. Tetapi sekarang, laki-laki dan perempuan berendam di kolam yang terpisah. Cukup dengan membayar 500 yen untuk dewasa dan 150 yen untuk anak 5 tahun. Sebelum masuk ofuro, seseorang harus membersihkan badannya dahulu di shower dengan sabun, kemudian masuk ke ofuro. Dan setelah selesai berendam, bisa kembali membersihkan badannya di shower. Sebenarnya ofuro ada di setiap rumah, tetapi ukurannya kecil. Mereka biasanya memisahkan antara toilet dan kamar mandi. Nah..kalau masuk ke perkantoran orang-orang Jepang di Indonesia, mungkin kita akan menemukan toilet yang bersih tanpa tetesan air, karena mereka menggunakan tissue setelah (maaf) buang air kecil atau besar. Orang Indonesia yang datang ke Jepang, akan mengalami kesulitan mengenai ini. Meskipun sekarang sudah ada beberapa toilet yang menggunakan air (spray atau bidet) secara otomatis, tetapi masih banyak juga yang hanya menggunakan tissue. Cara mengatasinya adalah dengan membawa botol air kemanapun pergi (smile). Itu kalau buang air kecil, lalu kalau buang air besar ??? Pikirkan saja sendiri hehehe…..

Kembali ke toilet yang bersih, salah satu guru (sensee) bahasa Jepang saya mengatakan bahwa masyarakat Jepang selalu ingin agar toiletnya bersih, karena mereka percaya bahwa Tuhan (kamisama) akan senang berada di tempat yang bersih, termasuk di toilet itu. Heee…Tuhan berada di toilet? Menyebutkan namaNya saja kita tidak boleh karena itu tempat yang tidak layak. Saya jadi berpikir, apakah karena alasan bahwa toilet adalah tempat yang kotor sehingga kadang kita suka tidak peduli dengan kebersihan toilet ???

Mulai dari kecil, mereka diajarkan untuk `bebersih`. Salah satu anak teman di fakultas, Aki chan namanya, ikut sibuk membersihkan lantai ketika kita berkunjung ke rumah salah satu Professor di Fak. Keperawatan. Dan dia selalu berkata pada ibunya, `Mama, shouji o shitai` (Ma, saya mau `bebersih`). Maka ketika kita sibuk menyiapkan makanan, dia juga sibuk dengan lap di tangannya membersihkan semua pajangan di rumah itu. Ya…orang Jepang percaya bahwa di tempat yang bersih itulah Tuhan berada, makanya mereka suka sekali `bebersih`. Boleh percaya boleh tidak, mereka mempunyai 880 Tuhan!!! Jumlah Tuhan yang luar biasa. Di toilet salah satunya, di makanan, di nasi, di gunung, di pohon, di bulan, di matahari, di laut, di pintu, di jendela dan seterusnya. Dan jika tempat itu diganggu, dirusak, maka mereka akan mendapatkan bencana. Mereka datang ke gereja (biasanya ketika pernikahan), karena beranggapan bahwa di dalamnya ada salah satu dari Tuhan mereka.







0 komentar: